Property-In.co, Propertisiana – Setiap kali berjalan kaki di Jakarta, masalah yang sering kita hadapi adalah ketiadaan trotoar untuk pejalan kaki. Trotoar di Jakarta banyak yang sudah dipenuhi oleh mobil ataupun motor. Dengan demikian, sulit bagi para pejalan kali untuk bisa berjalan melalui trotoar.
Di Jakarta ruang untuk berjalan kaki memang semakin sulit dicari. Bahkan kebanyakan bangunan properti lebih mementingkan ruang untuk parkir mobil daripada pejalan kaki.
Kurangnya penghargaan terhadap pejalan kaki ini juga terlihat di mana mereka harus jalan berputar untuk masuk ke sebuah tempat, sementara mobil memiliki akses yang lebih singkat.
Di dunia properti ada yang dikenal dengan walkability factor, yakni seberapa tolerannya sebuah area menyediakan ruang untuk berjalan. Developer properti yang baik tentunya akan mempertimbangkan walkability factor.
Mereka tidak hanya membuat sesak properti mereka dengan beragam bangunan, tapi juga area-area di mana orang-orang bisa melakukan berbagai aktivitas dengan berjalan kaki seperti berbelanja, berolahraga, dan bercengkerama.
Walkability menjadi penting manakala lingkungan dan kesehatan menjadi isu dalam dunia properti. Jalur-jalur pejalan kaki umumnya merupakan area terbuka yang lebih ramah lingkungan. Demikian pula banyaknya ruang untuk berjalan kaki menciptakan masyarakat yang lebih sehat.
Tidak ketinggalan, walkability mengukur pula konektivitas dan kualitas jalur pejalan kaki. Konektivitas melihat bagaimana jalur-jalur pejalan kali bisa berhubungan antara properti yang satu dengan yang lain. Sementara kualitas melihat bagaimana jalur tersebut benar-benar bisa dimanfaatkan dengan baik.
Studi tentang hal ini banyak dilakukan dalam perencanaan properti perkotaan. Ada banyak hal yang harus dilihat dalam pengukuran walkability.
Misalnya saja, seberapa jauh akses ke public transport, variasi dan jumlah bangunan, jalan masuk, banyaknya ruang kaca yang menciptakan kelegaan, sampai masalah jumlah tanaman.
Yang tak kalah penting untuk diperhitungkan adalah soal density (kerapatan) dari para penghuni yang tinggal di area tersebut. Jangan sampai area pejalan kaki tidak mencukupi untuk populasi yang sangat besar. Akibatnya ruang pejalan kaki pun menjadi sangat sesak.
Perusahaan seperti Walk Score punya metode tersendiri yang dipatenkan untuk pengukuran walkability. Dalam mengukurnya, Walk Score menganalisis puluhan bahkan ratusan rute dari sebuah titik poin ke fasilitas-fasilitas yang ada.
Mereka juga mengukur densitas serta ukuran ruang pejalan kaki. Selain itu, Walk Score juga menggunakan tools seperti Google dalam pengukurannya. Dengan skala 0 sampai 100, Walk Score membagi sebuah area berdasarkan walk score.
Skor 0-24 adalah kondisi terparah di mana semua fasilitas hanya bisa dijangkau dengan mobil. Sementara skor tertinggi terletak antara 90-100 di mana semua fasilitas bisa dijangkau tanpa menggunakan mobil sama sekali.
Tahun lalu Walk Score memberi angka 87,6 untuk New York. Kota ini dianggap berhasil mengubah area yang tadinya sesak dengan mobil menjadi area pejalan kali yang luas dan nyaman. Dengan skor hampir mencapai 90, berarti sebagian besar fasilitas bisa dicapai dengan berkalan kaki.
Apa pun bentuk pengukurannya, melakukan pengukuran terhadap faktor-faktor terkait dengan pejalan kaki sangat baik dilakukan. Kebutuhan manusia untuk bisa mencapai suatu tempat dengan berjalan kaki sangat dibutuhkan. Saya yakin value properti Anda pun akan meningkat jika walkability ini benar-benar diperhatikan.
PJ Rahmat Susanta