Ciputra Group memiliki proyek kota mandiri seluas 368 hektar di Hanoi, Vietnam. Bagaimana kisahnya
Property-In.co – Seperti halnya Indonesia dan Filipina, perkembangan investasi properti di Vietnam mengalami peningkatan pesat. Data Cushman & Wakefield Asia-Pacific menyebutkan, pada periode 2013-2025, pasar properti VIP (Vietnam, Indonesia, dan Philippine) akan tumbuh 80% di kelompok ‘prime spending group’. Negara-negara VIP ini merupakan pasar yang sedang meningkat pesat di dunia berdasarkan prospek ekonomi dan demografi.
Dengan total populasi hampir 430 juta jiwa, perekonomian VIP telah menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) rata-rata sebesar 6-7% setiap tahun selama 2008–2013. Kebijakan fiskal dan keuangan yang baik merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kestabilan dan menjadi kunci penentu dari pertumbuhan ekonomi makro. Tahun 2025, kondisi VIP siap untuk pertumbuhan ekonomi yang cepat dan akan membuat PDB totalnya mencapai US$5 triliun.
“Dengan latar belakang ini, VIP telah berubah menjadi pilar-pilar utama pertumbuhan kawasan Asia Pasifik selama lima tahun terakhir. Kami percaya ekspansi VIP yang terus berlanjut akan membentuk kelompok konsumen yang berdaya beli tinggi dan akan menjadikan mereka kelompok ekonomi kelas berat,” kata Sigrid Zialcita, Managing Director, Research Cushman & Wakefield Asia Pasifik.
Secara keseluruhan, pasar VIP menawarkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi—walaupun tidak stabil—ketimbang Amerika dan Eropa. Sektor perkantoran, misalnya, diharapkan dapat memberikan tingkat pengembalian antara 12-18% pada lima tahun mendatang.
Sigrid menambahkan, perekonomian yang makin matang dari negara-negara VIP akan terus berlangsung seiring masuknya modal asing untuk mendapatkan keuntungan. Khususnya potensi tingkat pengembalian yang tinggi dan rendahnya korelasi mereka dengan bagian dunia lainnya.
Terwujudnya lapangan kerja dengan kompensasi lebih tinggi akan membentuk kelas menengah yang kuat.
“Kami bisa masuk pada negara yang memiliki teknisi lebih rendah dari Indonesia, Kalau Singapura dan Hong Kong, di sana sudah banyak pengembang yang berkualitas. Investasinya cukup besar tapi marjinnya kecil sehingga kami kurang tertarik mengembangkan properti di sana.” – Budiarsa Sastrawinata, Presiden Direktur PT Ciputra Residence—sub holding Ciputra GroupDengan tingkat pendapatan yang makin tinggi, VIP diprediksi akan menjadi rumah dari 200 juta konsumen dengan pertumbuhan kemampuan belanja memadai pada 2025. Hampir 40% dari total populasi akan memiliki kemampuan belanja lebih dari kebutuhan dasar.
Invasi Ciputra
Potensi pasar Vietnam di atas rupanya telah lama dilirik oleh Ciputra Group. Jauh sebelum krisis moneter menerjang Indonesia pada 1998, Ciputra telah mendapatkan izin dari pemerintah Negeri Paman Ho (sebutan lain Vietnam) untuk mengembangkan bisnis properti. Paman Ho berasal dari nama tokoh terkemuka di Vietnam. Itulah sebabnya salah satu kota di sana juga dinamakan Ho Chi Minh City.
Hingga saat ini Ciputra sudah melebarkan sayapnya di beberapa negara. seperti China, Vietnam, dan Kamboja. Sayangnya, ekspansi bisnis properti globalnya itu tengah ‘lesu darah’ dan belum menunjukkan hasil memuaskan. Pasalnya, negara-negara tersebut sedang mengalami perlambatan dan hal itu berakibat pada sektor properti di sana.
“Semuanya (perekonomian negara) memang sedang slow down dan itu imbasnya ke sektor properti,” kata Rina Ciputra Sastrawinata, Managing Director PT Ciputra Development Tbk (Ciputra Group) seperti dikutip laman resminya.
Dihubungi terpisah, Budiarsa Sastrawinata, Presiden Direktur PT Ciputra Residence—sub holding Ciputra Group yang menangani pengembangan proyek Ciputra di luar negeri—mengatakan bahwa perekonomian Vietnam sudah melambat sejak 2008 karena terkena efek krisis keuangan di negara maju. Sementara China dan Kamboja juga mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir.
Oleh karena itu, perusahaan masih menunggu perbaikan ekonomi terjadi di Vietnam hingga sudah benar-benar pulih.“Makanya dalam beberapa tahun terakhir perseroan berkonsentrasi dan fokus pada pasar dalam negeri, yang dari sisi pertumbuhan masih lebih besar dibanding ketiga negara tersebut,” tambah Budiarsa.
Proyek properti Ciputra Group di mancanegara memang menelan dana cukup besar. Untuk mengembangkan satu kawasan kota mandiri, investasi yang ditanamkan setidaknya mencapai Rp9 triliun— yang diperoleh dari modal sendiri, modal dari mitra lokal, dana sindikasi perbankan, dan turn over project.
Menurut Budiarsa, perusahaan bakal masuk dan mengembangkan properti di negara yang memiliki sumber daya manusia di bidang properti lebih rendah daripada Indonesia. “Kami bisa masuk pada negara yang memiliki teknisi lebih rendah dari Indonesia,“ katanya. “Kalau Singapura dan Hong Kong, di sana sudah banyak pengembang yang berkualitas. Investasinya cukup besar tapi marjinnya kecil sehingga kami kurang tertarik mengembangkan properti di sana.”
Ciputra Group memiliki proyek kota mandiri di Shenyang, China seluas 313 hektar. Proyek ini rencananya bakal dikembangkan dalam 12 tahun dengan 6-8 tahap, di mana dalam setiap tahapan perusahaan hanya mengembangkan 16 hektar. Ada pula proyek seluas 368 hektar di Hanoi, Vietnam. Namanya Ciputra Hanoi International City. Di sana rencananya akan dikembangkan perumahan, apartemen kelas menengah-atas, dan fasilitas penunjang lainnya.
Proyek Terbesar
Ciputra Hanoi International City (CHIC) adalah proyek terbesar oleh perusahaan real estate asing yang dimulai sejak 2007. Proyek tersebut dikembangkan oleh Citra Westlake City Development Co, Ltd—perusahaan joint venture antara Ciputra Group (70%) dan Urban Development and Infrastructure Investment Cooperation.
Terletak di daerah kelas atas di Hanoi, tepatnya di Tay Ho District, menurut rencana CHIC akan membangun sekitar 50 menara, 2.500 vila, kompleks perkantoran, pusat perdagangan dan perbelanjaan, Ciputra Mall, rumah sakit, sekolah, tempat rekreasi, dan pusat kesehatan. Proyek ini diperkirakan mampu menyediakan tempat tinggal bagi 50.000 orang. Selain itu, juga ada banyak fasilitas publik bagi penghuninya seperti lapangan tenis, kolam renang, gym, minimarket, tempat parkir, dan lainnya.
“Lokasi proyek ini cukup strategis dan memiliki cukup banyak infrastruktur publik sehingga berhasil menarik banyak investor,” kata Anh Lee, analis dari Spire Research Vietnam. Proyek ini juga berhasil meraih banyak penghargaan seperti Green Brand Award 2014 dan Golden Dragon Award for the Best Urban Development selama enam tahun berturut-turut (2008-2013).
CHIC merupakan proyek terbesar pada masanya yang ditujukan untuk penduduk berpenghasilan menengah-atas. CHIC juga mendapatkan banyak insentif bagi pemerintah, salah satunya merupakan peminjaman tanah.
Akan tetapi, proyek ini juga menemui banyak penghalang seperti biaya pembebasan lahan dan tunggakan pajak. Pada 2013, pemerintah memutuskan untuk menagih tunggakan pajak sebesar VND1.400 miliar dari Citra Westlake City Development. Selain itu, keberlangsungan proyek pun terhambat pembebasan lahan yang berlangsung lambat.
Menurut rencana, proyek tersebut seharusnya sudah selesai pada 2012. Tapi beberapa bagian proyek bahkan baru menyelesaikan masalah pembebasan lahan. Ciputra Mall, bagian proyek yang dimulai sejak akhir 2007 dan diharapkan bisa beroperasi pada 2012, bahkan belum rampung karena masalah dana. “Masih belum ada kejelasan kapan proyek ini bakal dilanjutkan,” kata Anh Lee.
Namun, imbuhnya, secara umum CHIC masih merupakan proyek yang diminati oleh investor dan pembeli karena perencanaan jangka panjangnya yang bagus. Dengan pulihnya sektor real estate di Vietnam, CHIC masih tetap merupakan proyek yang menarik di masa depan. Caca Casriwan