Ruangan di apartemen itu terlihat lengang, hanya dihiasi sedikit furnitur dan langit-langitnya pun tinggi. Sekilas tampak tidak terlalu istimewa. Tiba-tiba Mulyadi Janto, Head of Residential SBU Farpoint, menutup pintu masuk. Lalu dia membuka dua ‘jendela kecil’ di bagian atas pintu.

“Dua jendela ini berfungsi untuk membuat sirkulasi udara mengalir dengan baik. Apartemen lain umumnya hanya mengandalkan sirkulasi dari jendela kaca sehingga udara hanya berputar di dalam ruangan,” ujarnya kepada rombongan wartawan yang mengunjungi show unit apartemen The Loggia, di Jalan Duren Sawit Raya, Jakarta Selatan (Kamis, 14/3/2019).
“Kami berbeda, adanya ventilasi ini membuat udara dapat mengalir dengan baik ke koridor,” lanjut Mulyadi. “Kita tahu bahwa hunian yang baik adalah hunian yang memiliki pertukaran udara, di mana udara segar masuk terus-menerus.”

Pria berkepala plontos ini kembali beraksi. Dia menggeser panel rotan di bagian depan sehingga tampaklah ruang belajar mungil dengan tempat tidur di atasnya. Aksi serupa juga dilakoninya di ruang tengah. Setelah panel rotan digeser, terlihat sebuah days bed yang nyaman untuk bersantai atau menonton TV.
Di show unit berikutnya (tipe 3 kamar tidur), Mulyadi menunjukkan beberapa tempat penyimpanan barang yang tersembunyi di sudut-sudut ruang. Ada rak geser yang terletak di bawah lantai tempat tidur (lantainya ditinggikan 60 cm) dan di bawah undakan, serta lemari baju dan tempat penyimpanan yang tersamar oleh panel rotan.
Penggunaan sliding panel rotan di sini memang bertujuan untuk menciptakan ruang lapang dan ruang penyimpanan tersembunyi. “Kami mewujudkan hunian yang lebih lapang atau the art of spacious living, lewat konsep reversibility into emptiness,” kata Mulyadi.
Desain Multifungsi
Pertengahan Maret lalu, Farpoint—berkolaborasi dengan Tokyo Tatemono, pengembang asal Jepang—meluncurkan The Loggia, apartemen berkonsep transformable di Jakarta Selatan. Mengusung desain multifungsi yang mengutamakan kenyamanan, tiap unit apartemen ini dilengkapi furnitur dan ruang penyimpanan yang transformable.
Untuk mewujudkan desain ruang yang inovatif ini, Farpoint berkolaborasi dengan firma desain Atelier Bow-Wow (ABW). Firma ini berfokus pada eksplorasi ruang, dengan penciptaan ruang yang lapang dan transformable yang menyajikan lebih dari satu fungsi.

“Konsep reversibility into emptiness tidak hanya terwujud dari rumah yang rapi, tetapi bagaimana setiap elemen yang ada bisa memberikan nilai untuk ruangan tersebut,” ungkap Yoshiharu Tsukamoto, Co-Principal Architect ABW. Dia mencontohkan, bagaimana sinar matahari memancarkan pantulan di lantai ubin ke langit-langit, bias cahaya melalui dinding rotan, atau angin yang bertiup melalui jendela ke koridor.
Contoh lainnya, meja makan yang dapat dilipat di dinding. Dengan begitu, ruang makan pun bisa ‘disulap’ menjadi ruang komunal untuk mengumpulkan lebih dari 10 orang. “Suasana multi-sensory seperti ini yang penting untuk menyegarkan pikiran tiap penghuni,” kata Yoshiharu.
Sebelum menciptakan konsep desain tersebut, Yoshiharu sempat blusukan ke beberapa wilayah Jakarta untuk memahami budaya serta kebiasaan masyarakat agar mampu menciptakan ruangan yang disesuaikan dengan karakter serta kebutuhan ruangan penghuni.
Tidak heran bila apartemen yang merupakan perpaduan barat dengan timur ini juga memberikan sentuhan Indonesia ke dalam setiap desainnya, seperti penggunaan ubin bergaya vintage dari Yogyakarta.
Mulyadi menambahkan, “Di Loggia, kami menghadirkan konsep hunian vertikal baru demi menjawab tantangan, sekaligus memaksimalkan kenyamanan bagi masyarakat yang ingin tinggal di tengah kota.”
Menurutnya, inovasi berupa fitur-fitur efisien yang bisa berubah fungsi kapan pun sesuai kebutuhan ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. “Apalagi, mereka dapat tetap menyimpan benda-benda sentimental, namun tetap menciptakan ruang lapang di apartemennya.”
Konsep transformable pada apartemen ini terinspirasi dari ikigai, rahasia hidup panjang dan bahagia masyarakat Jepang. “Lewat konsep desain yang unik ini, kami melihat konsep rumah mikro ala Jepang akan sangat populer, berkat ide briliannya untuk membuat ruang sempit tampak lebih luas,” imbuh Mulyadi.
Optimistis
Dibangun di atas lahan seluas 1,2 hektare, The Loggia nantinya terdiri dari 2 tower yang mencakup 489 unit apartemen. Ada tiga pilihan unit yang disediakan: tipe 2 kamar tidur (72-76 m²); tipe 2 plus 1 (75-83 m²); dan 3 kamar tidur (115-117 m²). Unit-unit tersebut ditawarkan dengan harga tunai keras, mulai dari Rp 25,8 juta per m².
Apartemen ini ditargetkan rampung pembangunannya pada 2022. Sedangkan groundbreaking rencananya bakal dilakukan pada kuartal ketiga 2019.

Konsep desain The Loggia tergolong unik. Diferensiasinya terletak pada “more room for family to live work and play” serta “adaptable space with more storage”. Konsumen bidikannya adalah pasangan muda yang tidak mau jauh-jauh dari pusat kota Jakarta—waktu tempuh ke Sudirman Central Business District (SCBD) dan Lingkar Mega Kuningan diklaim hanya 15 menit.
Meski membidik end user, The Loggia juga cocok untuk investor. Alasannya? “Selain lokasinya strategis, kita tahu harga tanah di kawasan ini naik dari Rp 20 jutaan per meter menjadi 50 jutaan per meter dalam kurun 4-5 tahun,” jelas Mulyadi kepada Property-In.
Namun, dia enggan memprediksi nilai apresiasi harga apartemen itu per tahun. “Pasti naiklah. Saya tidak bisa mematok angka kenaikan gain, tapi saya optimistis karena kondisi properti saat ini sedang time to buy,” katanya sambil tersenyum.
(David S. Simatupang)