Property-In.co – Rumah membutuhkan atap atau genteng yang kuat untuk melindungi penghuninya. Namun, unsur estetika atap juga berperan penting.
Zaman dahulu masyarakat Indonesia di daerah pesisir pantai menggunakan daun kelapa ataupun alang-alang untuk atap rumah mereka. Tak terpikir bagaimana nasib penghuni rumah pada masa itu, tentu mereka selalu waswas ketika hujan deras datang. Atap semacam itu tak akan mampu melindungi mereka dari derasnya hujan di daerah tropis seperti Indonesia.
Barulah pada 1920-an, tim kesehatan Belanda memperkenalkan genteng dari tanah liat yang berfungsi menggantikan daun kelapa dan alang-alang yang masih digunakan sebagai atap pada masa itu. Perubahan ini menjadi awal dari maraknya perkembangan produk genteng yang ada sekarang. Selain jenis genteng tanah liat standar, muncul pula beberapa jenis genteng yang banyak digunakan oleh masyarakat menengah-atas, yakni genteng beton dan keramik.
Secara fungsional genteng memang hanyalah penutup bagian atas rumah yang melindungi bagian dalamnya dari hujan ataupun panas. Namun, seiring berkembangnya zaman, masyarakat sekarang tidak hanya melihatnya sebagai ornamen pelindung semata, tapi juga bagian dari keindahan sebuah hunian ataupun rumah.
Masyarakat modern kini melihat atap sebuah hunian yang akan ditempatinya bukan hanya dari segi kekuatan, tapi juga dari estetika. Selain berdaya tahan lama, estetika juga kini menjadi syarat penting dari atap/genteng. Para pengembang perumahan pun kini “diwajibkan” memasangi atap perumahan mereka dengan genteng yang memiliki nilai keindahan dan kekuatannya tahan lama.
Peluang inilah yang ditangkap oleh PT Cisangkan, produsen genteng beton kenamaan di Indonesia, saat memproduksi genteng beton dengan teknologi yang langsung diadaptasi dari Jepang. Dengan metode moulding atau mencetak bahan basah dari adukan semen dan pasir, Cisangkan memenuhi permintaan konsumen Indonesia—baik pengembang, arsitek maupun konsumen ritel yang mensyaratkan keindahan atap sebuah hunian.
Berkat metode moulding ini, mereka mampu mencetak genteng dengan corak yang sesuai dengan selera konsumen Tanah Air. Beberapa desain genteng mereka yang menjadi primadona konsumen di antaranya: Victoria Slate (motif batu), Victoria Pine (motif kayu), Victoria Multiline (motif garis), dan Victoria Classic (motif polos).
Cisangkan, yang semula hanya memproduksi ubin dan teraso pada era 1970-an, kini bermetamorfosis menjadi produsen genteng beton besar di Indonesia. Merek ini terkenal dengan kualitas prima dan harganya yang relatif lebih tinggi dibanding genteng beton lain. “Genteng kami mahal karena kami fokus pada kualitas,” ujar Suardi Humin, Direktur Marketing PT Cisangkan saat disambangi di stan Beton Works pada pameran Indo Build Tech di JCC Senayan, Jakarta, bulan lalu.
“Secara produksi pun kami berbeda dengan genteng beton lain yang ada di Indonesia. Kami memakai metode dry system, sedang yang lain memakai metode extruder,” lanjutnya. Suardi menjelaskan, metode dry system yang digunakan Cisangkan menjadikan semen dan pasir yang digunakan sebagai bahan pembuat genteng beton mengikat kuat dan solid. Dalam proses pembuatannya, genteng dibuat satu per satu dari adonan semen dan pasir. Lalu di-press untuk membuang airnya, baru setelah itu dapat dicetak dan dikeringkan.
Sedangkan metode extrude adalah sistem kering yang prosesnya lebih cepat. Metode pemadatannya dilakukan dengan cara vibrate sehingga tetap ada lubang-lubang yang bisa dimasuki air—ikatan semen dan pasirnya pun tidak solid. “Karena semen dan pasirnya mengikat kuat dan solid, tanpa coating pun genteng kami sudah waterproof. Kalau genteng lain mesti pakai cat dulu baru jadi waterproof,” ungkapnya.
Menurut Suardi, mereka bisa menjadi market leader genteng beton di Tanah Air karena kualitasnya memang kuat dan memiliki banyak varian desain yang menarik. “Coba saja diadu genteng beton mana yang lebih kuat dari Cisangkan di Indonesia,” katanya penuh keyakinan.
Bukan itu saja. Merek ini juga punya solusi inovatif untuk mencegah kebocoran yang biasanya terjadi pada bagian pucuk atap. Produknya mengusung double protection system, yakni sistem proteksi ganda dua tahap dengan double nok (nok atas dan nok bawah). Sistem perlindungan ganda untuk bagian nok yang dimiliki Cisangkan berbeda dengan merek lainnya. “Baru kami yang punya di Indonesia. Kami buat nok sesuai dengan desain genteng yang dipakai, jadi masing-masing varian genteng memiliki aksesoris nok yang berbeda,” ujar Suardi.
Dalam sistem perlindungan ganda ini, pemilik rumah tak perlu lagi memakai adukan semen untuk mencegah kebocoran ataupun tampias air hujan pada bagian nok. Pasalnya, nok atas dan nok bawah ditempel dengan perekat yang akan menghalangi air masuk dari bagian tersebut. Dengan begitu, tanpa adukan semen pun pucuk atap akan terlindungi secara maksimal dan takkan terjadi kebocoran.
Sayangnya, masyarakat yang terbiasa menggunakan adukan semen pada pucuk atap sepertinya belum terlalu percaya dengan tekhnologi baru ini. Sembari terus mengedukasi konsumen, Cisangkan akhirnya juga membuat dua pilihan produk: nok dengan adukan semen; satunya lagi tanpa adukan semen.
Genteng Cisangkan, yang menyabet Top Brand Award 2015 di kategori genteng beton, kini juga menjadi salah satu produk genteng yang paling banyak digunakan oleh para pengembang di Jabodetabek. Sebut saja Ciputra, Sinarmas, Lippo, dan Agung Podomoro Land. Bisa dikatakan developer yang memakai genteng beton Cisangkan adalah nama-nama besar yang terkenal dengan produk perumahan eksklusif untuk kalangan menengah-atas. “Memang yang memakai produk kami ini biasanya perumahan menengah ke atas karena harganya lebih tinggi ketimbang genteng beton lain,” kata Suardi. – Fajar Yusuf R.