Rachmad Harmoko; ‘Bocah Ajaib’ Beromzet Rp20 Miliar

Pemuda asli Surabaya ini nekat menghabiskan masa mudanya untuk menjalankan bisnis bernilai miliaran rupiah.

[Property-In], Jakarta– Empat tahun lalu, tepatnya pada 2013, seorang lelaki paruh baya pedagang pentol (sejenis cilok) berjalan memasuki kantor pemasaran perumahan di kawasan Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur. Tangannya menggenggam kantong kresek hitam yang entah berisikan apa.

Dengan pesimistis, ia bertanya kepada pemuda yang kala itu duduk di meja depan. “Mas, saya mau beli rumah yang di sini. Bisa tolong dibantu,” katanya seraya menunjuk ke arah brosur perumahan yang terpampang di hadapannya. Sang pemuda membalasnya dengan senyum sangat ramah, kemudian berusaha membantu bapak tua itu.

Rachmad Harmoko, developer muda asal Surabaya yang kini sukses mengembangkan beberapa proyek properti di kawasan Jawa Timur

Dasar nasib mujur sedang berpihak kepadanya. Ternyata pemuda yang menjadi lawan bicaranya adalah pemilik perusahaan tersebut. Ia adalah Rachmad Harmoko, developer muda asal Surabaya yang kini sukses mengembangkan beberapa proyek properti di kawasan Jawa Timur.

Cerita ini dikisahkan Harmoko saat berbincang di coffee shop di kawasan Surabaya. Pada saat itu, katanya, pedagang pentol tersebut merasa kebingungan lantaran tidak bisa membeli rumah.

“Pengajuan kreditnya selalu ditolak karena bapak itu tidak punya rekening bank. Lalu dia datang ke kami untuk membeli rumah dengan membawa kantong kresek, yang isinya uang pecahan Rp2.000 sebanyak total Rp130 juta,” ungkapnya.

Kejadian itu membuat Harmoko berpikir hingga akhirnya ia mendapatkan ide baru untuk pemasaran proyeknya. Ia lalu mulai menyasar segmen-segmen konsumen yang selama ini tidak terjamah oleh perbankan dan developer-developer lainnya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki uang namun secara personal tidak bisa memenuhi persyaratan perbankan, seperti pedagang bakso, siomay, sayur, cleaning service, dan lainnya.

“Tujuan utamanya untuk membantu mereka memiliki rumah. Sebab, sebenarnya mereka ini punya uang, tapi ‘terpinggirkan’ oleh perbankan dan developer karena tidak punya tabungan di bank. Banyak sekali orang-orang seperti ini di Surabaya,” ungkap pria lulusan Universitas Airlangga tersebut.

Dengan niat yang tulus ini, bisnis properti yang dijalankannya sejak masih kuliah itu pun mulai berjalan mulus. Hingga sekarang, pemuda berusia 23 tahun ini telah sukses mengembangkan sejumlah proyek properti di Jawa Timur. Total lahan yang dimilikinya mencapai 7 hektare.

Di bawah naungan PT Graha Kasiba Perkasa, properti milik Harmoko tersebar di beberapa sudut kota Surabaya, Jombang, dan Pasuruan. Dalam satu tahun, perusahaannya mampu mengantongi omzet Rp20 miliar. Dari omzet sebesar itu, ia mengaku mampu menghasilkan profit 30%.

Penempaan Karakter

Itulah buah dari kerja keras. Harmoko mendapatkan kesuksesan setelah melewati ‘jalan’ yang sangat terjal. Berkali-kali ia harus jatuh, merasa ditipu, dan kebingungan karena kehabisan modal.

Pernah sekali ia merasa ‘dikerjai’ oleh agen properti nakal yang memasarkan produknya. Kala itu, ia menjual rumah dengan harga Rp180 juta, tetapi sang agen justru menjualnya lebih dari itu, yakni Rp250 juta.

“Padahal, waktu itu pembelinya sudah menawar Rp200 juta, sang agen masih tidak mau lepas. Saya kecewa. Tetapi hal itu justru membuat saya belajar. Akhirnya saya mulai memperdalam dunia marketing, dan belajar cara pemasaran,” ungkap pria ramah tersebut.

Suatu saat Harmoko juga sempat kehabisan modal dan bingung mencari tambahan untuk kembali memutar uangnya. Modal yang dimilikinya kala itu tidak cukup untuk membangun rumah yang hendak ia pasarkan. Padahal tanah dan calon pembelinya sudah ada.

Beberapa cara telah ia coba, namun tidak juga menemukan solusi. Sampai akhirnya, ia terpaksa mengajukan utang bank untuk tetap bisa menjalankan bisnisnya. “Dari bank saya dapat pinjaman Rp200 juta. Jadi waktu umur 20 tahun, saya sudah punya utang sampai ratusan juta,” cetusnya sembari tertawa kecil.

Selain itu, masih banyak lagi kendala lain yang harus dihadapinya, terutama dari sisi waktu. Ia mengaku nyaris tidak punya waktu untuk bermain-main. Ketika anak-anak sebayanya masih asyik kongko-kongko di kafe dan hangout bareng kawan-kawan, ia justru sudah sibuk ke sana- kemari untuk mengurus bisnisnya. Kesibukan seperti itu bahkan sudah dilakoninya sejak masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).

“Karena sebelum bisnis properti itu, saya bisnis konveksi. Bisnis konveksi ini saya jalankan sejak SMA. Dari keuntungan bisnis konveksi ini baru saya jadi developer. Saya beli tanah dan bangun rumah. Dulu cuma jual satu rumah, lalu meningkat jadi dua rumah dan seterusnya,” katanya.

Tahap-tahap itu pun mampu dilalui Harmoko dengan sangat baik. Semua tantangan yang dihadapinya menjadi proses penempaan yang membangun karakternya hingga seperti sekarang ini. Ibarat besi yang mula-mula harus dicelupkan ke bara panas, untuk kemudian dipukul-pukul sehingga pada akhirnya menjadi sejumlah perkakas yang bisa bermanfaat bagi kehidupan banyak orang.

Meski kini ia sudah layak dikatakan sebagai pengusaha sukses, Harmoko tetap tak ingin jumawa. Ia masih ingin terus belajar untuk menjadi lebih baik lagi. Kini, ia melanjutkan pendidikan S2-nya di Universitas Ciputra. Di sana, ia ingin belajar lebih jauh tentang properti dari sang master, yakni Pak Ci (Ciputra).

“Karena saya merasa pribadi saya ini seperti Pak Ci, sama-sama memulai dari titik nol. Saya ingin belajar banyak dari beliau,” pungkasnya mengakhiri perbincangan kami sore itu. □

 

Mendadak Reuni

Ada kisah lucu yang terlontar ketika Property-In berbincang-bincang dengan Harmoko sore itu. Kisah ini terucap dari bibir Zery—kawan Harmoko semenjak SMA—yang ikut hadir di tengah sesi wawancara kami.

Zery mengatakan bahwa pada saat awal Harmoko memulai bisnis properti, teman-teman sempat ramai di grup Whatsapp. Mereka semua mengajak bertemu dan mendadak ingin reuni.

Ndak tahunya, pas ketemu, kami semua itu malah menawarkan rumah yang dijual Harmoko. Jadi reuni itu jadi ajang jualan properti,” kelakar Zery dengan logat Jawa yang sangat medok. Sontak, kami semua tertawa dengan cerita itu.

Harmoko mesem-mesem dan menggaruk-garuk kepalanya karena malu. “Ya. Jadi waktu itu saya minta bantuan ke teman-teman buat jual properti saya, Mas. Ndak tahu kalau akhirnya malah jadi reuni gitu,” timpal Harmoko memberikan penjelasan dengan sedikit tersipu.

Fajar Yusuf Rasdianto

 

 

 

 

About The Author

Related posts