Inovasi dan kejelian membaca pasar terbukti ampuh menyiasati lesunya bisnis properti.
Oleh: Ade Komala
Property-in.co — Para pelaku bisnis di sektor properti memang dituntut untuk senantiasa kreatif, terlebih di saat pasar tengah melempem. Hal tersebut diperlihatkan oleh Mandiri KPR yang berhasil tumbuh signifikan tahun ini.
Seperti kita ketahui, setelah masa booming, industri properti mulai mengalami perlambatan sejak September 2013, setelah Bank Indonesia mengeluarkan aturan pengetatan LTV.
Dampak aturan ini juga terasa oleh bank-bank pemberi KPR. Pada Agustus 2013, pertumbuhan KPR & KPA sangat pesat—angkanya mencapai 30,7% (yoy). Namun, kemudian terus mengalami perlambatan hingga sekarang. Penyebabnya adalah permintaan yang tertekan karena penerapan aturan LTV, tren suku bunga yang masih tinggi, dan kondisi ekonomi domestik yang juga melambat.
“Terus terang saja,tiga tahun belakangan ini untuk KPR, kami sempat tertinggal karena kami tumbuh di bawah (rata-rata) pasar,” ungkap Harry Gale, Senior Vice President Consumer Loans Bank Mandiri.
Pada 2016 bank pelat merah ini bertekad meningkatkan program KPR mereka. Targetnya, pertumbuhan harus di atas rata-rata pasar.
Guna mencapai target itu, April lalu Mandiri KPR mulai menggebrak pasar dengan program yang kreatif dan inovatif. Mereka menggulirkan KPR dengan suku bunga efektif 8,5% fixed untuk 5 tahun yang ditawarkan sepanjang 2016. Program ini berlaku untuk nasabah utama Mandiri serta nasabah yang membeli properti melalui pengembang serta agen properti rekanan unggulan bank tersebut.
Sebagai ilustrasi, apabila konsumen mengajukan Mandiri KPR dengan limit Rp1 miliar dan tenor 15 tahun, maka angsuran yang akan dikeluarkan setiap bulannya berkisar Rp9,8 juta rupiah selama 5 tahun ke depan. Setelah periode bunga fixed berakhir, angsuran KPR yang dibayarkan menggunakan suku bunga floating.
Apabila konsumen mengajukan Mandiri KPR dengan limit Rp1 miliar dan tenor 20 tahun, maka angsuran dibayarkan setiap bulan lebih rendah lagi, yaitu Rp8,6 juta selama 5 tahun ke depan. Angsuran per bulan ini lebih rendah 12% (sekitar Rp1,2 juta) dibandingkan pinjaman dengan tenor 15 tahun.
Program ini tergolong inovatif karena bunga rendah yang mereka tawarkan tidak tanggung-tanggung: bukan hanya untuk 1-2 tahun, tetapi 5 tahun. Durasi selama ini k hanya mengikat nasabah sepanjang periode itu, tetapi juga membuat nasabah enggan ‘berpindah ke lain hati’ setelah periode 5 tahun berakhir.
Mandiri KPR pun jeli membaca pasar dengan menggarap captive market-nya terlebih dulu. Saat ini Mandiri memiliki sekitar 16 juta customer based, dan sekitar 40.000 nasabah prioritas. “Kami memang menargetkan target market kami pada nasabah prioritas,” kata Harry. Dengan memaksimalkan nasabah prioritas, proses approvement akan lebih cepat karena bank hanya perlu melihat catatan transaksi nasabah mereka.
Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan sejumah developer dan broker besar seperti Ray White, ERA, LJ Hooker, dan Century 21. “Jadi kami juga sering mendapatkan referal dari mereka,“ ujarnya. Ini juga membuka kemungkinan bagi nasabah eksternal membeli rumah melalui developer dan broker yang bekerja sama dengan Mandiri.
Alhasil, pada Juli 2016, Mandiri mampu menyalurkan KPR sebesar Rp32,2 triliun. Angka ini naik 8,1% dibandingkan pencapaian 2015 yang tercatat sebesar Rp29,8 triliun. Kualitas KPR mereka pun masih terkendali dengan rasio non–performing loan (NPL) hanya 2%.
Mandiri KPR akhirnya berhasil tumbuh di atas rata-rata pasar. Tidak dimungkiri, pertumbuhan ini tak lepas dari beberapa stimulus yang diberikan oleh pemerintah. Namun, inovasi program KPR mereka patut diacungi jempol.
“Diharapkan untuk tahun ini pertumbuhan bisa double digit,” kata Harry optimistis . Demi mencapai target tersebut, selain membidik primary market, Mandiri juga meningkatkan penetrasi di pembiayaan rumah seken (secondary market). Harry menyebutkan, porsi sekarang hampir berimbang: secondary 47%, primary 53%.
“Kami mengharapkan permintaan terhadap properti pada paruh kedua tahun ini dapat membaik seiring dengan berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah, antara lain pelonggaran aturan LTV pada akhir Agustus 2016 lalu serta kebijakan penurunan suku bunga acuan sejak awal tahun ini,” pungkas Harry.