Property-In.co – Lagu anak tentang pencuri mentimun dan secangkir kopi tumpah, yang menggambarkan kegeraman petani kopi, bisa menjadi inspirasi desain unik nan cantik. Si kancil anak nakal suka mencuri mentimun, ayo lekas dikurung. Jangan diberi ampun.
Lirik lagu di atas menceritakan seekor kancil yang kerap kali mencuri ketimun di ladang seorang petani. Lagu ini sering kali kita dengar sewaktu kecil dan hingga kini pun masih terasa akrab di telinga.
Namun jika Deddi Duto Hartono mendengar kembali lagu ini, perhatiannya pasti tidak tertuju pada sang kancil, melainkan pada mentimun—buah empuk dan segar yang kerap dijadikan lalapan atau rujak.
Deddi, pemilik bisnis furnitur Maindesign, bercerita awalnya ia punya ide untuk membuat furnitur yang bercita rasa asli Indonesia. Demi mewujudkannya, Agustus silam Deddi dan tim melakukan observasi di pasar tradisional. Di sana mereka memperhatikan buah atau jajanan apa saja yang sangat identik dengan Indonesia.
“Ketika melihat mentimun yang warnanya begitu segar, akhirnya kami memutuskan untuk mencoba membuat desain sofa seperti buah ini,” ujarnya kepada Property-In saat ditemui di Artotel Hotel di Jakarta. “Mentimun cocok untuk konsep desain kampung yang kami rancang.”
Deddi menuturkan, dongeng dan cerita anak yang banyak terinspirasi dari buah mentimun juga menjadi salah satu alasan kenapa dirinya memilih mentimun untuk mewujudkan ide tersebut.
Kemudian setelah memutuskan mentimun sebagai objek inspirasinya, ia mulai mengamati berbagai furnitur yang bentuknya relevan dengan buah tersebut. “Setelah kami perhatikan, sepertinya sofa cukup relevan jika dibuat dengan bentuk menyerupai mentimun,” kata pria yang berdomisili di Surabaya ini.
Usai mencoba menggambar sejumlah sketsa mentimun, akhirnya ia mendapatkan sketsa yang cocok untuk menjadi sebuah sofa. Sisi tengah mentimun itu dicoaki seperti dudukan, lalu digambar. ”Jadi kelihatan seperti sofa, kan?” lanjut Deddi sembari menunjukkan sketsa yang ia gambar.
Jajanan Kampung
Selain mentimun, Deddi juga mendapatkan sebuah inspirasi lain untuk desainnya. Ide tersebut juga muncul di benaknya ketika sedang berjalan-jalan di pasar tradisional. Saat itu ia melihat kue lapis legit dan kue lapis, jajanan kampung bermotif strip berwarna-warni.
Warna kue lapis yang cantik dan beragam memunculkan ide bahwa jajanan tradisional itu bakal menjadi sesuatu yang unik dan cantik jika diaplikasikan ke furnitur. Aneh memang idenya, tapi segar dan out of the box.
Dengan keahliannya mensketsa, ia lalu merancang desain yang bentuknya menyerupai benda tersebut. Alhasil, jadilah gambar sebuah sofa, kursi santai, dan tempat tisu yang bentuk dan warnanya mirip benar dengan kue lapis. “Ini kami sudah buat desainnya, tapi masih dalam tahap brain storming ke bagian produksi,” tuturnya.
Deddi menjelaskan, sebelum menjadi sebuah furnitur, ia mesti melakukan brain storming ke bagian produksi terlebih dulu. Hal ini dilakukan untuk memastikan bentuk dan warna untuk furnitur itu benar-benar mirip dan sesuai dengan apa yang ia inginkan.
Ia pun sering bolak-balik berkonsultasi dengan bagian produksi untuk mendapatkan warna dan desain yang sesuai untuk ‘ide-ide gila’-nya itu.
Dalam menciptakan sebuah desain yang apik dan berbeda, mereka juga harus banyak memperhatikan furnitur merek lain yang sudah ada. Tujuannya agar mereka dapat benar-benar membuat sebuah desain yang berbeda dari yang lain.
Karena berprinsip ingin membuat Maindesign berbeda, Deddi pun terus mencoba menciptakan desain-desain baru nan unik. Hal ini ditunjukkannya ketika salah satu perusahaan furnitur besar membeli desainnya.
“Desain kami pernah dibeli toko furnitur yang lebih besar. Akhirnya Maindesign berhenti menjual desain itu di tempat kami,” ungkapnya, “tapi kami tetap suplai produksi furnitur dengan desain itu ke mereka.”
Secangkir Filosofi
Maindesign berdiri pada 2014. Kisahnya bermula ketika Deddi bertemu dengan seorang pengrajin rotan sintesis di Surabaya. Melihat hasil rajutan pengrajin yang sangat apik, ia tertarik mengajaknya bekerja sama.
Menurutnya, sayang sekali jika bakat seperti itu disia-siakan begitu saja. “Awalnya sih cuma iseng buat desain, terus saya tawarkan ke pengrajin rotan untuk dibuat furnitur. Eh, ternyata hasilnya bagus,” jelasnya.
Berawal dari keisengan membuat desain inilah ia kemudian mendirikan Maindesign. Dengan tetap bekerja sama dengan pengrajin rotan sintesis itu, ia mulai berani memamerkan produknya ke khalayak. Mereka masuk ke pameran di Surabaya dan ternyata respons pengunjung pameran sangat baik. ”Saya jadi tambah semangat,” ujarnya dengan mata berbinar-binar.
Desain yang paling banyak dilirik di pameran itu adalah kursi Spilled Coffee (kopi tumpah). Produk ini memang apik dan elegan. Dengan warna cangkir putih sebagai rumahnya dan dudukan berwarna hitam, kursi santai ini tampak persis sekali dengan secangkir kopi yang tumpah.
Deddi menuturkan, desain kopi tumpah dibuat lantaran keresahannya melihat banyak biji-biji kopi di Indonesia yang telah dikeruk oleh orang asing. Menurutnya, kopi asli Indonesia adalah kopi yang paling nikmat di dunia. Sayang sekali jika sumber daya seperti ini justru malah dimanfaatkan oleh bangsa lain. “Filosofi kopi tumpah ini sebenarnya kemarahan para petani kopi,” katanya.
Selain desain yang menarik, filosofi di setiap desain ternyata juga mampu menambah pesona furnitur buatan Maindesign. Semua cerita dan filosofi di balik proses kreatifnya—dari kisah si kancil pencuri mentimun, jajanan tradisional di pasar hingga secangkir kopi tumpah—membuat desain ciptaan mereka menjadi lebih unik dan orisinal. – Fajar Yusuf Rasdianto