RAJA SAPTA OKTOHARI
Investasi properti merupakan hal wajib baginya. Ke depan, ia bermimpi merambah berbagai wilayah di dalam dan luar negeri.
Property-In.co – Tak perlu waktu lama untuk mengenal Raja Sapta Oktohari. Hanya dalam hitungan menit, perbincangan dengan CEO PT Realindo Sapta Optima ini sudah langsung cair. Karakternya yang kuat dan tegas terbaca jelas.
Okto, begitu dia biasa disapa, memang tak suka basa-basi. Ia cenderung ceplas-ceplos, langsung ke sasaran—meski caranya luwes. Jawaban-jawabannya acap kali di luar dugaan, cerdas, dan mengandung humor. Selalu ada hal baru yang diutarakannya.
Perusahaan propertinya terbilang berkibar di segmen pasarnya. Sebagian besar proyek yang dibangun RSO membidik kelas premium dan umumnya dihuni oleh kaum urban dari mancanegara. “Semakin banyak orang asing yang datang ke Indonesia, semakin besar juga kebutuhan hunian,” kata Okto saat ditemui Property-In bulan lalu di ruang kerjanya di bilangan Bidakara, Jakarta Selatan.
Pria berdarah Minang-Bugis ini anak kedua di antara empat bersaudara dari konglomerat dan pemilik OSO Group, Oesman Sapta Odang. Di samping perusahaan properti, ia juga mengelola bisnisnya di beberapa daerah yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, perikanan, transportasi, komunikasi dan perhotelan.
Hingga kini Okto masih ikut mengurus konglomerasi OSO Group milik keluarganya. Ia juga terpilih menjadi Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonsia (Hipmi) periode 2011-2014 menggantikan Erwin Aksa pada Munas XIV Hipmi di Makassar pada 20 Oktober 2011.
“Saya dilatih, saya ditipu, dibohongin orang, dicurangi, dicelakai, dan dijahati. Itulah pembelajaran terbesar.”
Dari raihan kesuksesan yang digenggamnya, terselip pelajaran yang pantas ditiru dan dijadikan pedoman bagi siapa saja yang ingin meraih sukses. Okto selalu mencoba berpikir di luar kebiasaan dan menangkap peluang yang selama ini luput dari perhatian orang. “Kunci sukses dalam berusaha adalah harus memiliki mental pengusaha dan jeli membaca peluang. Ini prinsip dan jadi modal awal [saya],“ ujarnya.
Intuisi dan Petualangan
Okto lahir di Jakarta pada 19 Oktober 1975. Ia mewarisi darah Makassar dari bundanya, Serviati, serta campuran Kalimantan Barat dan Padang dari ayahnya, Oesman Sapta. Dari masih bocah hingga remaja ia dibesarkan di beberapa kota: Pontianak, Makassar, Jakarta, Pare-Pare, dan Amerika.
“Saya sejak kecil memang bandel. Namun saya percaya, anak bandel itu biasanya kreatif,” katanya. Setiap aktivitas dan usaha yang ditekuninya pun selalu diikuti dengan intuisi dan sisi petualangan. Tak heran bila olahraga yang digemarinya kini juga tak jauh-jauh dari petualangan: bersepeda up hill, arung jeram, menembak, dan bungee jumping.
Bagi Okto, tantangan adalah kata yang menggerakkan adrenalin dalam dirinya. Mungkin darah kompetisi ini mengalir karena posisinya sebagai anak ke dua dari lima bersaudara, di mana ke tiga saudara lelakinya juga menggunakan nama yang sama: Raja Sapta.
Dunia bisnis mulai dimasuki sejak masih berusia belasan. Lingkungan keluarga, terutama aktivitas ayahnya, banyak memengaruhi pola pikirnya. Ketika duduk di bangku SMP, Okto sudah menunjukkan kesukaannya pada dunia bisnis. Tamat dari SMA ia melanjutkan studi ke jurusan Ekonomi Managemen Universitas Padjajaran, Bandung, sebelum menuju Oklahoma City University, Amerika Serikat. “Cita-cita saya waktu kecil ingin jadi pilot.”
Pencarian Jati Diri
Namun sekembali dari Amerika pada 1997, dengan pinjaman modal dari sang ayah, Okto malah menekuni bisnis garmen di Pasar Tanah Abang. Usianya saat itu baru 22 tahun. “Saya tidak malu terjun ke pasar. Justru saya beruntung bisa mendapatkan pengalaman luar biasa di sana,” ujarnya.
Di sanalah ia memahami bahwa dalam berbisnis dan berdagang, yang dilihat bukan hanya ilmu tapi juga intuisi. “Saya dilatih, saya ditipu, dibohongin orang, dicurangi, dicelakai, dan dijahati. Itulah yang saya sebut sebagai pembelajaran terbesar,” ungkap Okto.
Di sini, ia benar-benar terjun langsung, berhadapan dengan buyer, dan melakukan transaksi antarnegara dengan bekal kemampuannya berbahasa. Termasuk pula berusaha memahami bahasa India, menuju pabrik-pabrik garmen, memilih produk-produk terbaik untuk kemudian dibawa contohnya ke toko yang ada di dalam pasar.
“Pada level ini, saya belajar bisnis dengan berbagai jenis orang dari level pejabat sampai supir. Dengan komunikasi yang sama, saya bisa menempatkan diri di ritme komunikasi berbeda,” katanya. Pengalaman itu menempanya menjadi orang yang kreatif, banyak ide, dan pandai bergaul. Baginya lingkungan adalah guru kehidupan.
Okto merasa saat itulah proses pembelajaran dan pencarian jati diri terjadi. “Saya setuju dengan Dahlan Iskan yang mengatakan bahwa pengusaha sukses itu adalah pengusaha yang sudah pernah dibohongi, ditipu, dikhianati sama teman-temannya,” katanya.
Menurutnya, percepatan untuk mendapat pengalaman tadi sangat penting. “Saya malu, orang luar saja usia 23 sudah bisa jadi miliuner,” ujarnya sembari menampik bahwa keberhasilannya didapat dari faktor keturunan. “Ini bukan soal modal. Banyak orang dari keluarga biasa yang punya kemampuan luar biasa.”
Namun, perjalanan meniti kesuksesan dalam bisnis tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak sedikit rintangan berat dihadapi, bahkan sempat pula gagal. Meski demikian, Okto tidak pernah menganggap kegagalan demi kegagalan sebagai bagian dari kekalahan, melainkan sebuah pembelajaran seperti halnya di bangku kuliah.
“Anggap saja seperti bayar kuliah,” begitu jawabnya. Dulu ia pernah beranggapan bahwa hidup harus mencari kerja. Namun yang justru dirasakan: ia banyak kerja, tak ada uangnya. Bisnis juga bukan pula untuk eksistensi. “Kalau hanya untuk eksistensi, artinya orang yang pura-pura mau berbisnis,” katanya. Ia pun sampai pada titik bersikap pragmatis, bisnis untuk mencari uang.
“Akhirnya saya jadi bisa memisahkan antara idealisme dan komersialisme. Saya idealis terhadap 1-2 aktivitas bisnis, tapi saya memilih untuk menjadi komersial. Bukan melulu melihat pada diri sendiri, namun pada pasar,” urainya panjang lebar.
Pada titik ini, Okto sudah menjalani berbagai macam bisnis. Namun, bagaimana caranya menjalankan begitu banyak bisnis? “Kuncinya: distribusi. Bila kita mau, pasti kita bisa. Tapi kalau kita nggak mau ya, pasti kita jadi nggak bisa,” katanya enteng.
Mewujudkan Mimpi
Sebelum terjun ke bisnis properti dan menancapkan namanya di jajaran pengusaha properti dalam negeri, Okto sudah mulai mencoba untuk berinvestasi. Mulai dari landed houses, apartemen hingga investasi tanah. Bukan hanya di Jakarta dan kota-kota satelit, tapi juga di beberapa daerah yang dianggapnya punya kans untuk mengembangkan investasi. “Merasakan bisa beli rumah dan apartemen dengan uang sendiri itu luar biasa bangganya,” ucapnya dengan mata berbinar-binar.
Dalam kacamata Okto, investasi properti merupakan hal wajib, di samping lini bisnis lain miliknya yang semakin berkembang. Tengok saja, ada yang di bidang pertambangan, perkebunan, perikanan, transportasi, komunikasi, dan perhotelan. Bisnis properti merupakan bisnis yang paling anyar baginya.
“Bisnis properti itu luar biasa. Tidak hanya bisa memberikan keuntungan, tapi boleh dikatakan hampir tidak memiliki risiko. Bisnis ini merupakan perwujudan dari mimpi saya sejak remaja,” jelasnya.
Okto mengakui dalam menapaki roda bisnis properti, ia pun tidak terbebas dari beragam kendala. Baginya, problem mendasar yang kerap menjadi kendala dalam pengembangan bisnis properti adalah skema pembiayaan. Pasalnya, developer sangat tergantung pada suku bunga kredit. Kondisi itu tentu akan berpengaruh besar pada pembentukan nilai jual properti.
Menghadapi realitas tersebut, Okto tidak patah semangat. Sebagai pengusaha, ia punya strategi tersendiri. Ia berencana menggunakan gaya pendekatan baru dalam bisnis properti, terutama untuk masalah pembiayaan proyek. Dengan begitu, pembentukan harga di tingkat konsumen akan lebih stabil, pembiayaan kreditnya pun akan lebih fleksibel.
Sejalan dengan kreativitas dan sifatnya yang sigap menangkap peluang, Okto melihat perkembangan bisnis properti semakin kinclong. Lantas, ia mencoba peruntungan di bisnis ini dengan mendirikan perusahaan properti di bawah bendera PT Realindo Sapta Optima (RSO).
“Bisnis properti itu luar biasa. Tidak hanya bisa memberikan keuntungan, tapi boleh dikatakan hampir tidak memiliki risiko.”Kian banyaknya kaum ekspatriat yang datang ke Indonesia merupakan peluang pasar tersendiri bagi Okto. Bagaimana tidak, proyek- proyek yang dibangunnya sebagian besar kelas premium untuk ekspatriat dari mancanegara.
Yang terbaru, RSO membenamkan investasi di ranah properti senilai Rp4 triliun. Mereka telah meneken kerja sama dengan Marriott International. Kerja bareng di bawah label The Stones Hotel & Villa di Ubud, Bali itu merupakan babak lanjutan sukses kerja sama terdahulu: The Stones Hotel (Legian, Bali) dan Autograph Collection.
Di samping hotel dan vila, RSO juga menggarap apartemen dan perkantoran. Sejumlah proyek lainnya telah menyusul. Sebut saja La Foret Vivante, apartemen eksklusif yang berlokasi di daerah Permata Hijau. Kemudian Office Tower, gedung perkantoran premium berlokasi di Gatot Subroto. Keduanya terletak di Jakarta.
Lalu, ada pula Premium Apartment yang dilengkapi luxurious-international brand. Lokasinya di Senayan, Jakarta Selatan. ”Ke depan, saya bermimpi melakukan ekspansi ke berbagai wilayah dalam negeri maupun luar negeri,” tandas Okto. Caca Casriwan